CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Pages

Sunday, April 10, 2011

Lanjutan Birthstones (5)

Hooooowwwkkkaaayyyy (lebai gue tau dan lu gak usah komentar). jadi, seperti judul diatas, gue akan ngepost novel gue, sori kalo gak gue posting sekaligus, yaaahhh, biar pada penasaran dan nambahin visitor *dasar. tapi sebelumnya, gue pengen bilang makasih banget buat mereka yang udah setia menunggu dan membaca hasil karya gue yang masih amburadul, abstrak, melingker lingker dan kubitis kayak gini (mau tau bentuknya kayak apa? bangunin Picasso, Van Gogh dari kematian, terus panggil si Affandi, kalo perlu bangkitin Monet sekalian, nah suruh lukis dah tuh, dalam satu kanvas, gue yakin akan merefleksikan novel gue dengan sangat baik, huahahaha). Ato mungkin malah gak ada pembaca setia? huhuhu, kasian idup gua, udah capek capek nulis novel kagak ada yang baca, hua hua kasian *apasifit,gajelasajadaaaahh. Udah, deh, nih, silakan baca aja... Selamat Membaca!
***
didalamnya ada sebuah kalung. sepertinya dari emas putih. kalung tersebut berulir indah, terjalin dari tali emas putih tipis yang disusun hingga membentuk suatu struktur tanaman rambat yang rumit. terdapat sebuah simbol perak sebagai liontin kalung itu. Di liontin itu terdapat simbol simbol ukiran rumit dan 3 buah batu aquamarine disematkan di dalamnya. kuelus permukaannya yang halus dan dingin. kuamati batu batu aquamarine itu dari dekat. permukaannya rata dan halus, dipotong dengan keakurasian yang tepat, kelihatannya, lagipula tahu apa aku soal batu batuan? kalungnya tidak bertali panjang, jadi pasti akan sedikit melekat di leher kalau kupakai.

lalu aku ingat mimpiku tentang kalung yang waktu itu. tetapi kalungnya sama sekali berbeda dengan kalung yang waktu itu kupakai di dalam mimpiku.kalung yang waktu itu tidak seindah ini, lebih sederhana dan lebih panjang. Memutuskan itu bukan apa apa, kupakai kalung itu. Rasanya persis seperti menggunakkan choker. Hanya sedikit lebih longgar. Kemudian aku melihat bayanganku di cermin. Ternyata lumayan pantas kupakai.

kuelus lagi permukaannya yang halus sambil tersenyum, kalung ini indah sekali. akhirnya aku berhenti mengagumi kalung itu dan berlari ke dapur. Mom sedang memasak rupanya. ketika kutanya Mom tidak menjawab dan menyuruhku memanggil Dad untuk makan malam. suasana hati Mom sepertinya sedang kurang bagus jadi kupatuhi saja apa yang dia minta. kuketuk pelan pintu kantor Dad, tetapi saat ku-cek tak ada orang didalam. akupun berlari kebawah dan mengecek ruang hobi, Dad juga tidak ada disana jadi aku menuju kamar Dad dan mengetuk pintunya

" masuk" jawab Dad
" Dad, makan malamnya sudah siap" kataku, hendak berpaling
" tunggu, tunggu, apa itu yang kau pakai?" tanyanya penasaran
" huh? oh ini, aku menemukannya diantara barang barangku. kupikir ini milik Mom, jadi kupakai saja, toh Mom tidak pernah marah kalau aku memakai barang barangnya, well, kecuali aku merusaknya atau bagaimana" jelasku
" Mom tidak punya kalung seperti itu, Alice"
aku mengangkat bahu " pertama kali aku menemukannya di kabinet rumah lama kita dan kutemukan lagi di dalam kardus barang barangku" jelasku
Dad diam saja
" Dad mau ke atas tidak? atau Dad mau menyusul saja?" tanyaku
" yah.. ayo" katanya lalu berdiri dan menghampiriku

kami berjalan dalam diam, Dad sepertinya sedang berusaha mengingat asal kalung itu, tapi tak kunjung menemukan jawabnya. dahinya sampai berkerut frustasi. ketika sampai di dapur, steak dan segala perlengkapannya sudah siap di meja makan. akupun duduk dan makan. ketika Mom bertanya tentang kalungku, kuberikan dia jawaban yang sama dengan jawaban yang kuberikan pada Dad. tetapi Mom santai saja, berasumsi kalau kalung itu milik nenek tua yang dulu menempati rumah lama kami dan melanjutkan makan malamnya. Dad juga sepertinya sudah menyerah dan melanjutkan makannya sambil tertawa tawa bersama aku dan Mom. selesai makan aku mencuci piring dan menyikat gigiku. lalu turun untuk menonton dvd baru kami di ruang hobi.

ketika sampai di ruang hobi, Mom dan Dad sudah duduk di sofa di depan home theater. sesekali Mom terlonjak saat ada ledakan. film action, rupanya. aku segera duduk dan mulai mencari kesalahan pada film itu. aku biasanya berlomba bersama Dad untuk mencari kesalahan pada film film yang kami tonton. aku menemukan 3 kesalahan dan semuanya pada aktor utama pria. setelah menonton film aku dan Dad bertaruh 5 dollar dan aku menang. tetapi aku tidak mengambil hadiahku. kubilang 'kapan-kapan saja' tapi aku yakin Dad pasti lupa dan aku tidak perlu mengambil uang siapapun.

malam ini aku membuka semua jendela dan korden, tetapi menutup teralisnya, aku tidak lagi membuka pintu balkon. aku merebahkan tubuhku diatas kasur lalu berguling ke samping. namun aku tak kunjung terlelap. aku mulai bergulak gulik gelisah di kasurku. berulang kali membetulkan posisi bantalku. tetapi aku tetap tidak bisa tidur. menyerah, aku pun duduk di tempat tidurku, meremas rambutku yang pendek. aku selalu stres kalau tidak bisa tidur, itu seperti bencana bagiku. tanpa sadar aku mulai memainkan liontin kalungku dengan jemariku, mengelusnya pelan. akhirnya aku memutuskan untuk merebahkan tubuhku sekali lagi memejamkan mata rapat rapat. dan untungnya, aku tertidur

***

aku terengah engah saat pisau itu menempel di leherku. luka di leherku terasa perih tertiup angin hutan. aku sudah berhenti menjerit, tetapi ancaman bergelayut semakin dekat, si pria asing memaksaku menempel pada batang pohon. sempat terpikir untuk melawan, tetapi sadar, kalau aku gagal, segalanya hanya akan bertambah parah. kurasakan air mata mengalir menuruni pipiku dan membuat lukaku semakin perih saat dilewati olehnya. si pria menekankan jari telunjuknya yang panjang dan pucat di bibirku, menyuruhku diam

" tenanglah, diam.. diam.." ujarnya lembut, tetapi aku terisak semakin keras
" kubilang DIAM" jeritnya lalu menamparku hingga aku tersungkur.

aku mulai merangsek mundur, ketakutan dan panik, sementara si pria asing justru terlihat menikmati kesengsaraanku, melangkah perlahan mendekatiku. aku terisak semakin keras. kugenggam liontin itu kuat kuat. seolah itu lebih penting dari nyawaku sendiri. dia menamparku lagi, darah menetes dari sudut bibirku

" kubilang  JANGAN SENTUH!" jeritnya, tetapi aku tetap memegangi liontin itu

aku terus merangsek mundur sambil terisak. aku terlalu lemah untuk berdiri. sekujur tubuhku sakit. si pria asing sepertinya sudah mulai tidak sabar. dia menghampiriku lebih cepat, memegangi leherku, membenturkan tubuhku dengan keras ke batang pohon besar. aku melihat sesuatu yang merah mengalir menuruni mataku,  kepalaku berdarah. dia mencekikku semakin keras hingga aku megap megap kehabisan udara. kakiku terangkat dari tanah. pandanganku mulai tertutup kabut saat kepalaku bertambah ringan. tetapi si pria asing tiba tiba melepaskanku, kepalaku membentur sesuatu yang keras dan aku tak melihat apa apa lagi

***
aku tersentak bangun dengan jeritan aneh, tidak terlalu keras, Mom dan Dad tidak akan bangun karenanya. kutekan bantal ke wajahku untuk menahan teriakan aneh itu. aku terengah engah dan berkeringat, aku merasa kepayahan. aku capek, jangan mimpi lagi, jangan mimpi lagi, jangan mimpi lagi. kuusap kedua pipiku yang basah oleh air mata. ini mulai tidak wajar. aku memimpikannya tiga malam berturut turut. ada yang salah denganku.

kulihat jam di handphone-ku pukul 5 pagi. kuusap wajahku dengan tissue basah dan berjalan tersaruk saruk ke kamar mandi. wajahku di cermin sungguh aneh. bibirku pucat, wajahku semakin putih dan mataku membelalak ketakutan. kuputar keran dan kubasuh wajahku dengan air dingin. dua kali. kunyalakan keran bathtub. setelah airnya setengah penuh aku masuk kedalamnya. air panasnya membuat tubuhku gemetar. aku berendam cukup lama, berusaha mengusir mimpi buruk itu.

setelah selesai, aku mencuci rambutku dan menyikat gigiku pelan pelan, 2 kali lalu membebat diriku dengan handuk tebal. kusisir rambutku dengan jari. kupakai kemeja biru laut dan celana jeans yang kusiapkan 2 hari yang lalu. menyambar jaket, handphone, i-pod dan memasukkan buku bukuku ke tas, lalu menuju dapur.

rupanya Mom sudah ada disana. dia sedang memotong daun parsley di dekat microwave. aroma kentang panggang menyeruak di udara.

" potato wedges?" tanyaku
" uh-uh" Mom mengangguk pelan
" aku makan sereal saja deh" ujarku

kuhampiri kulkas, mengambil mangkuk dari lemari dapur dan menuang sereal kedalamnya. kubawa sarapanku ke meja makan dan kumakan dengan pelan. satu sereal setiap suap. setelah selesai kucuci mangkuk dan kutaruh di pengering.

" berangkat ya, Mom"
" apa tidak terlalu pagi?"
" better not to be late on my first day" jawabku ringan sambil melambaikan tangan

aku berlari menuruni tangga. nyaris menabrak Dad yang masih memakai piama. kusambar kunci mobil mercedes dari meja ruang tamu. sesampainya di garasi aku menyalakan mobil dan memanaskannya sebentar. dengan perlahan kukeluarkan mobil dari garasi. mengemudi sangat pelan sambil menikmati udara sejuk dari jendelaku yang terbuka. kunyalakan MP3 player yang memainkan lagu lagu klasik favoritku. aku bergumam mengikuti alunan lagu.

ternyata menemukan gedung sekolah tidak terlalu sulit, berkat bantuan papan yang sangat besar, tentunya. kuparkir mobulku di dekat ruang tata usaha. aku masuk kedalam ruangan hangat itu. bau pinus menyergap hidungku. kuhampiri meja tata usaha dan menyapa wanita yang berdiri dibelakangnya

" ah.. kau pasti Alice, benar?"
" yeah" jawabku singkat
" Alice...Hartman?"
aku mengangguk

lalu wanita itu memberikan peta dan kertas jadwalku, juga kertas yang harus ditandatangani para guru di setiap kelas lalu dikembalikan ke ruang tata usaha begitu sekolah selesai. dia menjelaskan dimana letak ruangan kelasku, kafetaria, ruang kesehatan, toilet dan ruangan penting lainnya. aku mengangguk angguk selama dia menjelaskan rute rute tercepat menuju kelas kelasku. kuucapkan terimakasih banyak dan duduk di kursi tunggu untuk menghapalakan rute menuju kelas pertamaku, kelas  trigonometri. setelah hapal, kujejalkan peta itu kedalam tasku dan berjalan menuju gedung B. beberapa anak murid sudah datang. merasa terganggu dengan tatapan mereka kutarik tudung jaketku menutupi kepala saat melewati lapangan parkir. tapi rasanya konyol memakai tudung kepala dalam ruangan jadi kubuka tudung jaketku. beberapa anak tersenyum dan menyapaku. aku balas menyapa mereka.

aku mulai bergerak lebih cepat saat bel berdering, aku tak mau memberi kesan buruk pada hari pertamaku. ketika akhirnya sampai dikelas, ternyata Mr. Mc Killen  belum ada di kelas.  jadi aku sengaja berlama lama ketika menggantung jaketku seperti murid lain sampai Mr. Mc Killen masuk dan  dia tidak menyuruhku memperkenalkan diri. baguslah. aku memintanya menandatangani kertas tadi. lalu dia menyuruhku duduk di kursi kosong disebelah seorang cowok. aku mengangguk dan mulai berjalan menuju kursiku. Sepenuhnya sadar kalau cowok itu adalah cowok yang kutabrak di supermarket.
***
udah ya, segini aja dulu, penulis lagi kecapean tes SMA dan tegang karena mau UN, oh iya, leave a comment

0 komentar:

Post a Comment