CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Pages

Friday, May 6, 2011

Lanjutan Birthstones (7)

satu hal yang dapat kusimpulkan, mereka mungkin mengidap kelainan jiwa. Atau setidaknya meereka sedang iseng, apa apaan? masa mereka menamai diriku atas batu kelahiran. mereka mungkin sedang mengerjaiku karena ini hari pertamaku. hah! lagipula kenapa aku harus mendengarkan mereka, aku tidak mengenal mereka, kok.

tetapi rupanya Josh melihat air mukaku yang mengisyaratkan seolah mereka sinting, karena dia mendesis marah padaku.

" dengar, Alice, aku mungkin saja tidak bisa membaca pikiranmu, tapi aku tidak bodoh, kami hanya ingin sesuatu yang terbaik untukmu. kalau kau ingin mati itu terserah padamu!"

aku tersentak saat mendengarnya berbicara sekejam itu kepadaku, aku marah sekali. ingin rasanya aku membalasnya dengan kata kata pedas dan tajam. tetapi air mataku justru menitik, aku mengerjapkan mataku agar airmataku tidak mengalir, tetapi aku diam saja. dan memainkan tutup botol limunku. lalu Josh mendesah.

" hei, maafkan aku, oke? aku benar benar minta maaf. tapi Alice, aku.. kami, membutuhkanmu, lebih dari apapun. kau yang menentukan masa depan kami. jadi kumohon Alice, mengertilah"
" Alice, apa yang Josh katakan benar, kau sekarang dalam bahaya dan kami bisa melindungimu" ujar Samuel.
" kami membutuhkanmu, Alice" ujar tara.

aku berusaha menenangkan diriku, ketika aku hendak membuka mulut untuk bertanya, tiba tiba...

" wow, wow, wow, well, well, well, kurasa ini patut dirayakan, bukan begitu?" ujar seseorang.
" Ted" kata Josh pelan, mengancam.
" jadi, gadis manis inikah? Maksudku, si aquamarine itu?" ujarnya sambil mengelus pipiku, aku merinding saat merasakan kulitnya yang dingin, aku menepisnya dengan keras dan kasar.
" well, kau cukup galak" desahnya.
" jangan sentuh dia" geram Max, dia sudah berdiri sekarang.
" menjauhlah, atau kugencet habis tubuhmu itu" tara pun ikut tersulut
" kurasa ada keributan disini, ada masalah?" kali ini suara seorang wanita.
" sial" umpat Jinx dan Samuel.
" kurasa ini bukan urusanmu, kan Jule?" kata Theo.
" kurasa keberuntungan memang memihak pihak yang baik, ya?" candanya kepada Ted.
" hei, semuanya... ayo, duduk dulu, kurasa ketegangan disini harus sedikit dicairkan" ujar seorang wanita lagi.

anehnya, kali ini semuanya diam, Max, Jinx, dan Samuel kembali duduk. kecuali tara yang dengan berani memasang wajah menantang-meremehkan.

" kurasa si manis ini, harusnya ikut kami" kata wanita itu lagi sambil mengelus elus cincinnya.
" kurasa tidak" ujar tara dengan nada kasar.
" berani juga kau sekarang, hah, tara?" ujar wanita itu.
" kugencet habis kau, Mona" geram tara.
" aku ingin sekali melihatmu mencoba" tantang Mona.
" lebih baik kau pergi, siapapun dirimu" gumamku.
" apa yang kau katakan, kucing manis?" Mona langsung menoleh kepadaku.
" mundur, Alice" gumam Josh.
" oooh, terlalu takut untuk melukai peliharaan barumu, Josh?" kata Jule dengan nada memuakkan.
" mungkin sebaiknya kau berhati hati, kami akan mengunjungimu kapan saja" ujar Ted kepadaku dengan nada yang dimanis maniskan.
" mungkin juga kami yang akan mengunjungimu, Ted sayang" balas Jinx.
" kita harus pergi" kata Josh kepadaku.
" kenapa?"
" karena kita harus, dan kau harus percaya padaku tentang hal ini" dia memohon.
" aku tidak akan pergi kemana mana, setidaknya tidak denganmu"

aku bangkit dengan marah, memungut tasku dari lantai dan menyambar limunku yang belum dibuka. Josh bangkit berdiri, dan mengikutiku, Samuel melakukan hal yang sama. begitu Mona, Jule, dan Ted berbalik menuju meja mereka, aku sudah keluar dari kafetaria menuju kelas biologi.

" kau mau kemana?" tanya Josh ketika dia berhasil menyusulku.
" menjauh darimu, bukankah sudah jelas?" ujarku dengan nada kasar.
" Alice, kumohon" pintanya, namun aku menghiraukannya dan tetap berjalan menuju kelas biologi dengan marah.

aku melanjutkan sisa perjalanan sendirian, baru sekarang aku berharap Josh masih mengikutiku, entah kenapa aku merasa kurang aman kalau sendirian. kugenggam liontinku dengan erat. bel berdering, tetapi belum ada siapapun saat aku tiba di kelas biologi. maka aku menunggu diluar kelas sambil meminum limunku sedikit sedikit. Dadaku panas saat kuingat kejadian di kafetaria tadi. mungkin sekarang semua orang akan menganggapku aneh. Bahkan mereka yang kuanggap aneh.

aku mendesah. bagaimanapun marahnya aku, aku telah berkata kasar kepada mereka, seharusnya aku tidak bersikap begitu. aku seharusnya bisa mengontrol emosiku. beberapa anak sudah memasuki kelas. beberapa anak menyapaku dan menanyakan namaku. Aku menjawab mereka seadanya. lalu Josh datang dan berhenti didepanku.

" hei" katanya singkat.
" hei"  aku menjawab sambil mengangguk.
" maafkan aku, seharusnya aku.." Josh memulai, tapi kupotong.
" aku-pun salah dalam hal ini, aku berkata kata kasar, seharusnya tidak begitu, maafkan aku"

aku berjalan masuk kelas, diikuti Josh, Samuel tersenyum padaku, aku balas tersenyum padanya. lalu Mr. Barron masuk dan aku meminta tanda tangannya. dia lalu menyuruhku duduk disebelah Samuel. Josh hanya berjarak 2 kursi dibelakangku. ada Ted, dia lumayan jauh dariku, tapi aku tetap takut, entah untuk alasan apa aku takut padanya, dia terus menatapku, itu membuatku jengah, tetapi ada yang lain dari caranya memandangku, dia seperti ingin memakanku atau apa. Samuel bergumam menenangkanku waktu aku bertanya soal Ted. aku memegangi liontinku dan meremasnya pelan. aku terus berpikir ini salah, ini salah. setidaknya aku mengerti setiap detail pelajaran yang diajarkan Mr. Barron pada kami. aku bisa menjawab semua pertanyaan yang dilontarkannya dengan benar. aku melirik Josh yang sedari tadi memelototi Ted dengan garang. aku semakin panik dan khawatir melihat perangai mereka yang sepertinya siapa menyatakan perang.

bel berdering dan aku melompat bangun dan membereskan buku bukuku dengan cepat. memasukkannya asal saja kedalam tasku. Samuel menatapku seolah aku ini sakit atau apa. aku hanya tersenyum padanya dan mulai berjalan menuju gimnasium untuk pelajaran selanjutnya. aku berlari sepanjang koridor hingga sampai ke gimnasium. beberapa anak sudah disana, salah satunya tara. Coach Craig memberiku seragam olahraga dan aku segera menuju ruang ganti untuk berganti pakaian.

hari ini Coach Craig hanya memberi kami pengarahan tentang permainan voli. aku mendesah pasrah, dari semua cabang olahraga, aku paling membenci voli. aku tidak pernah bisa memukul bolanya dengan tepat. aku jago berenang dan bulu tangkis tapi kalau voli, seperti kiamat rasanya.

aku merasakan sesuatu memandangku, aku langsung menengok dan melihat Mona tersenyum bengis menatapku. aku tidak mau menjadi seorang pengecut, jadi kutatap dia juga. dia menatapku, senyum bengisnya semakin lebar dan menyeramkan. tetapi detik berikutnya kulihat ada yang lain, dahinya berkerut frustasi, senyumnya mengejang meski tidak mengurangi kebengisannya. Detik berikutnya dia menoleh dengan sangat cepat seperti ditampar.

" kau baik baik saja, Al?"
" uh? oh, iya, kenapa?" jawabku ketika aku mengetahui kalau tara-lah yang bertanya.
" Mona" jawabnya singkat.
" memang dia kenapa?"
" kau tidak merasakannya?" tanyanya jelas jelas kaget.
" merasakan apa? kau ini ngomong apa sih?" tanyaku heran.
" sakitnya" dia mengatakannya padaku seolah semuanya sudah jelas.
" sakit apa?" tanyaku lagi.
" oke, ini aneh" katanya lagi.
" apa... " kataku, memulai.
" nanti saja" ujarnya pelan.

Maka aku pun diam dan mendengarkan penjelasan Coach Craig, berharap besok akan ada pelajaran teori lagi, yang meskipun sangat kusadari, tidak mungkin. Aku diam saja saat Coach Craig bilang aku akan berkelompok dengan Tara dan Mona sekaligus. Ketika aku berjabat tangan dengan Mona, Mona dengan cepat melepas tangannya seolah tersetrum dan Tara terkikik. Aku mulai merasa ada yang aneh, tidak normal. Ada apa sih diantara mereka berdua? Sampai sampai bertengkar disegala tempat. Di kantin, di gymnasium, tetapi aku memutuskan untuk diam dan mendengarkan lagi penjelasan Coach Craig.

Pelajaran Olahraga selesai dan akhirnya aku bisa melepas pakaian Olahraga yang menyebalkan ini. Rasanya gerah sekali memakainya. Di ruang ganti lagi-lagi Mona melihatku dengan tatapan tadi. Aku mulai merasa ada yang tak beres. Demi Tuhan! Aku baru disini. Baru bersekolah satu hari, dan sekarang sepertinya semua orang membenciku.

" Ayo, ikut aku" ujar Tara sambil menggamit sikuku dan menyeretku keluar ruang ganti.
" Hei! Lepaskan aku! Kita mau kemana? " tanyaku, mulai menggoyangkan sikuku dengan keras.
" Josh" dia hanya berkata begitu dan menyeretku lebih cepat.

***

maaf buat para pembaca karena gue yakin banget kualitas tulisan gue makin memburuk, jadi mungkin gue akan cuti beberapa waktu biar otak gue dingin dulu sebelum ujian lagi. I'll keep writing kok, cuma rehat sebentar untuk nge-refresh... thanks a lot for rading and waiting... :)

0 komentar:

Post a Comment