CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Pages

Saturday, May 14, 2011

Lanjutan Birthstones (8)

Aku pun menurut dan berusaha agar tidak terjatuh saat dia memaksaku berjalan lebih cepat. Dia menyeretku tepat ke depan ruang Tata Usaha. Kurasa air mukaku sangat kebingungan sampai sampai Tara merasa perlu untuk menjelaskan segalanya padaku.

" berikan kertas tadi kepada pengurus Tata Usaha dan kembali, temui aku disini. Kau punya 3 menit dari sekarang" ujarnya tegas dan langsung mengangkat tangannya diatas dada untuk melihat jam tangannya.
" oh, ayolah.. yang benar sa.. "
" 2 menit 57 detik.. "

Aku memutar bola mataku padanya dan masuk ke ruang Tata Usaha. Aku menyerahkan kertas tadi kepada pengurus Tata Usaha, dia menanyakan apakah segalanya berjalan lancar. Aku berbohong dan mengucapkan terima kasih padanya lalu berjalan keluar.

Tak kusangka Tara masih disana, menungguku sambil melihat jam tangannya. Aku memutar bola mataku dan mengentakkan kaki, berjalan menuju mobilku dengan melipat tangan di dada. Aku sepenuhnya sadar kalau tindakanku kekanak kanakan dan kasar. Aku tidak suka dibenci orang. Tetapi yang kali ini benar benar keterlaluan, aku terus dijaga seperti seorang anak kecil yang gemetar ketakutan.

Beberapa meter dari mobil, aku melihat beberapa anak berkerumun disana. Astaga, pasti karena aku membawa Mercedes. Apa yang harus kulakukan? Menerobos mereka, begitu? Atau menunggu sampai mereka selesai dan menjauhi mobilku? Aku menghela nafas dan memutuskan untuk menuju mobil sekarang juga.

Ketika tinggal 3 meter dari mobil, salah satu dari mereka berbalik.

" Josh? Sedang apa kau disini?" tanyaku, mengehentikan langkah.
" tidak, tidak apa. Ayo, kita pergi" katanya lalu bergegas pergi, anak lain mengikutinya.

Aku bingung sekaligus kaget melihat tingkahnya. Apakah aku berbicara kasar? Setahuku aku sudah meminta maaf pada Josh. Oh, Tuhan kenapa aku mudah sekali membuat orang membenciku? aku pun masuk mobil lalu memasukkan kuncinya ke lubang starter.

" why am I SO BAD OF BEING GOOD?! " jeritku keras ketika aku sudah didalam dan memukul roda kemudi dengan keras hingga rasanya tanganku hampir patah. Mengelus tanganku, aku menyalakan mobil dan mulai mengemudikannya pelan pelan keluar lapangan parkir sekolah.

Aku tidak mau menangis, aku tidak mau menjadi seseorang yang lemah. Jadi kukuatkan diriku dan membeli beberapa pastry di toko roti yang kukunjungi beberapa waktu lalu. Lalu menuju supermarket untuk membeli kulit lasagna, tomat, daging ayam dan keju mozzarella.

Setelah itu aku pergi ke toko buku untuk membeli beberapa buku. Tetapi koleksi bukunya sedikit sekali, jadi kuurungkan niatku. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang.

Aku mengemudi hati hati. Tidak pelan, tetapi tidak cepat juga. Aku sedang malas untuk ngotot mengebut di jalanan licin. Gerimis mulai turun saat aku memasukkan mobil ke garasi. Aku menghiraukan air yang membasahi rambutku ketika aku berjalan masuk ke rumah sambil menenteng kantung belanjaku. Ketika aku sampai di rumah, aku tak melihat Mom ataupun Dad. Aku meletakkan belanjaanku diatas meja ruang tamu dan langsung naik ke kamarku lalu bersiap siap untuk mandi. Kusambar handukku. Kunyalakan keran bath-ub dan berendam didalamnya sambil memikirkan kejadian di sekolah.

Kenapa mereka semua terlihat membenciku? Bahkan Jinx pun terlihat marah, apakah aku memang sangat bodoh dalam bergaul? Aku telah berusaha bersikap menyenangkan. Aku-pun telah meminta maaf kepada mereka. Apa sih yang sebenarnya kulakukan?

Dengan murung aku keluar dari bath-ub perlahan dan menghadapi bayanganku di cermin. Aku melirik sekilas kearah kalungku, lalu merenggutnya terlepas dari leherku. Aku memandangi liontin itu lekat lekat. Apakah ini penyebab mimpi burukku? Apakah kalung ini berpengaruh? Apa benar aku ini si aquamarine? Bagaimana kalau mereka mengatakan yang sesungguhnya?

Aku menghela nafas, aku mulai terdengar seperti Josh. Namaku alice, bukan aquamarine. Kupakai lagi kalung itu dan berjalan menuju kamarku untuk berganti piyama. Kupakai T-Shirt dan celana pendekku. Lalu kukeringkan rambutku dengan handuk. Kuambil handphone-ku. Tidak ada telepon ataupun pesan. Kulempar handphone-ku ke kasur, dan aku berjalan menuju dapur.

Sesampainya di dapur, kulihat Mom sedang sibuk di meja makan, mengelap meja sambil mengomel panjang-pendek

“ Ada apa, Mom?”
“ Vas kristal-ku pecah. Ini sudah yang kedua bulan ini” gerutunya.
“ Mom, itu kan hanya vas. Masih bisa dibeli” jelasku sabar.
“ Tapi yang ini limited edition,  aku mendapatkannya dari Milan, Alice” protesnya.
“ Terserah Mom, tapi mengomel takkan membuat vas itu utuh lagi”

Aku membuka kulkas dan melihat kalau belanjaanku sudah disana. Aku mulai mengaduk aduk kulkas dan membuatkan spaghetti untuk makan malam. kuaduk pelan rebusan spaghetti-ku, setengah melamun. Lalu kumasak bawang, tomat, oregano, dan ayam untuk sausnya. Aku kurang suka saus kalengan, begitupula mom dan dad. Setelah selesai, kutata spaghetti-nya di piring dan memanggil dad untuk makan bersama.

“ kau agak murung, Alice, ada apa?” tanya Dad, menghentikan garpunya tepat sebelum masuk mulut.
“ hah?” tanyaku, mengangkat pandanganku dari spaghetti yang hanya kumainkan dari tadi.
“ Apa kau tidak senang dengan sekolah barumu?” tanya Mom prihatin, meletakkan garpunya.
“ gak, kok, Mom… everything’s okay”
“ so what’s the long face?” tanya Dad.
“ I’m fine, Dad, really” rajukku.
“ okay” mom akhirnya memutuskan untuk menyudahi pembicaraan.

Kami melanjutkan sisa makan malam kami dalam diam. Aku masih bisa merasakan kalau Mom dan Dad menatapku selama makan malam, tapi aku berusaha untuk menghiraukan mereka. Selesai makan, aku langsung berdiri untuk mencuci piring, tapi Mom melarangku. Aku benar benar sedang malas berdebat, jadi aku diam saja dan menuruti apa yang Mom katakan. Sekarang masih jam 7 dan aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan untuk membuatku mengantuk.

Aku akhirnya memutuskan untuk belajar. Aku mengulang pelajaran di sekolah, meskipun yakin kalau aku sudah mengerti. 1 jam kemudian aku mulai membuka e-mail untuk mengecek siapa yang membalas e-mailku. Aku membalas semuanya, satu per satu, dengan sabar untuk menghabiskan waktu. Kulirik jam menunjukkan angka setngah sepuluh. Maka aku-pun memutuskan untuk menggosok gigiku dan membaca novelku. Setelah membaca satu-per-tiga bagian, aku memutuskan untuk tidur. Kubuka lagi jendelaku dan mematikan lampu. Aku berbaring perlahan diatas kasurku. Aku mulai bergulak-gulik gelisah saat aku tak kunjung terlelap.

Akhirnya aku-pun duduk dan berjalan menuju dapur. Lampu lorong saja sudah dimatikan, berarti mom dan dad sudah tidur. Sesampainya di dapur aku membuat secangkir teh. Aku meminumnya sedikit sedikit di meja makan. Iseng, kemainkan liontin kalungku, memutarnya diantara jari-jariku.

Setelah mencuci cangkir, aku-pun kembali ke kamar. Kunyalakan lampu tidurku. Lalu aku memaksakan mataku menutup, menarik selimutku sampai ke dagu. Aku berharap mimpiku malam ini normal. Aku tidak mau mimpi aneh aneh lagi.

***
thanks banget buat semuanya yang udah mau menunggu dan membaca penggalan penggalan cerita dari novel birthstones gue yang belum rampung ini... semoga gue tetep bisa berkarya.. tetep setia nunggu kelanjutannya, ya.. Thanks.. :)

0 komentar:

Post a Comment