CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Pages

Wednesday, June 29, 2011

Lanjutan Birthstones (16)


“ Siapa?” tanyaku.
“ Jinx, Tara, Max, Sam, George dan Theo, mereka sudah kuberitahu,” jawabnya, masih menatap lurus kedepan.
“ Oh.”

Sebentar saja – atau hanya perasaanku? – kami sudah sampai di rumahku. 2 motor dan beberapa mobil terparkir nyalang di halamanku, kentara sekali sang pengendara begitu terburu - buru memarkir kendaraannya hingga tak memperhatikan aturan.

“ Kita masuk, mereka sudah menunggu” ujar Josh, menggamit sikuku dan menarikku masuk.
“ Pintunya…”
“ Sudah, cepat” ujarnya, membuka pintu depan yang tadinya terkunci.
“ Tapi… tadi aku menguncinya…” jawabku, kebingungan.

Belum sempat Josh mengatakan apa - apa, Tara sudah berada di hadapanku, menyeretku menaiki tangga, lalu menunjuk lukisan padang rumput yang kubuat. Aku bingung kenapa dia terlihat panik.

“ Kapan kau melukisnya?” tanyanya, terburu buru.
“ Entahlah, 2-3 bulan yang lalu mungkin, kenapa?”
“ Tempat aquamarine sebelumnya mati, tepat dibawah pohon itu” jelasnya, sama sekali tidak membuatku takut. Hanya bingung.
Well…” aku baru memulai ketika dia sudah menyeretku turun.

Semuanya terduduk diam di sofa. Beberapa duduk di karpet dengan mimik yang sama. Kaget, panik. Aku bingung apa yang membuat mereka semua begitu kalut. Mereka semua terkesan seperti patung. Josh menatap mataku, aku menatapnya kembali. Sesuatu dalam tatapannya mengingatkanku akan sesuatu yang familier. Begitu dekat dan mudah untuk kuraih, tetapi ketika tanganku hendak menggapai ingatan itu, ingatan itu hilang.

“ Kenapa kau tidak memberitahu kami akan visi visi mu?” tanya Jinx dengan suara rendah.

Aku hanya diam. Menggelengkan kepalaku. Rasanya pening. Aku menarik napas dalam dalam. 2 kali.

“ Kenapa kalian semua begitu kalut? Itu hanya visi bodoh dan tidak ber…”
Tapi itu menentukan masa depan kami… kapan terakhir kau mengalaminya?” tanya Sam.
“ Tadi, di mobil, saat aku dan Josh berangkat sekolah,” ujarku.

Sorot mata Sam berubah. Terlihat pedih? Kecewa? Dikhianati? Namun sebelum aku sempat mengetahui dengan pasti sorot apa itu, mimiknya kembali seperti semula. Datar, profesional. Seperti CIA atau Dinas Rahasia saat menginterogasi seseorang.

“ Dan?” tanya George padaku.
“ Dan apa?”
“ Apa yang kau lihat?”
“ Apakah sebaiknya aku menceritakannya dari awal?” tanyaku, nadaku lebih tajam dari yang kumaksud.
“ Ya,” jawab George.

Maka aku menceritakan mimpiku dari awal. Dimana aku dikejar, ditangkap, nyaris terbunuh. Jinx dan Tara mengernyit membayangkannya. Urat di tangan Sam berkali - kali mengejang. Lalu ketika aku sampai pada bagian Josh, aku menyamarkan namanya menjadi ‘seorang laki - laki yang familier, namun aku tak ingat’. Sam melirik Josh, begitupula sebaliknya. Lalu kemudian aku sampai pada bagian paling mengerikan.

“ … dan lelaki itu bilang ‘Semuanya kembali, kecuali Theo, Max, dan George’. Lalu suasana berubah menjadi mengerikan, padahal sebelumnya semuanya tenang,” aku mengakhiri ceritaku.

Aku tak kuat menatap wajah Max, George, dan Theo yang sudah pucat, ketakutan, namun sekilas kemudian bisa menguasai diri. Jinx menangis di pundak Tara. Sam dan Josh masih saling menatap. Aku sendiri mulai menggigit - gigit bibir karena gugup. Josh bangkit dan duduk di sampingku, merangkul bahuku.

“ Tenanglah, semuanya akan baik baik saja…” ujarnya, menggosok - gosok lengan atasku.
“ Aku tetap tidak yakin”
“ Percayalah padaku. Kau percaya kan?” tanyanya.
“ Ya”
“ Bagus” ujar Josh.

Lalu ia menggeser wajahnya, hendak mencium pipiku, tapi aku menghindar. Josh mendesah dan bangkit dari sisiku. Semua memandangi kepergiannya menuju ruang hobi. Sam menyusulnya, tersenyum menenangkan kepadaku, dan berjalan kearah Josh tadi pergi. Jinx sudah berhenti menangis, mulai menenangkanku yang terisak. Awalnya pelan, tapi semakin lama semakin keras.

“ Maafkan aku… aku tidak seharusnya… menyembunyikan ini… dari kalian…” ujarku disela sela isak tangisku.
“ Tidak apa, Al, selama kau masih hidup, selama batu aquamarine tidak dicuri, maka kelangsungan hidup kami, baik hidup… maupun mati, akan lebih baik. Kami memang ditugaskan membimbingmu, Al, menemanimu sampai kau siap. Ketika kau sudah siap, kami, para Birthstones yang tersisa harus membantumu menghancurkan The Hunter,” jelas Jinx.
“ Tapi kalian… aku… apakah visi itu valid? Tidak dapat diganggu gugat lagi?”
“ Entahlah… kami sama tidak tahunya denganmu,” ujar Tara.

Aku berhenti menangis, aku meminta kepada Tara untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai aquamarine sebelumnya. Menurut Tara, kekuatan aquamarine-lah yang paling tidak pasti diantara semuanya. Tentu saja semuanya memiliki kekuatan untuk melihat masa depan, namun ada kalanya visi itu valid, ada kalanya tidak, ada kalanya visi itu jelas, ada kalanya juga visi itu berupa potongan - potongan petunjuk yang masih harus dirangkai. Sayangnya, mereka sama butanya denganku. Mereka belum tahu jenis aquamarine apakah aku ini.

Josh keluar dari ruang hobi, terlihat kesal, tangannya gemetar menahan amarah. Wajahnya memerah sedikit, kelihatan seperti baru menghadapi cek-cok hebat. Beberapa detik kemudian, Sam menyusul dengan wajah biasa saja. Datar, namun senyum di wajahnya berbeda dari seyum ramahnya yang biasa. Senyumnya mengisyaratkan kemenangan. Lalu dengan gaya biasa saja – seolah itu hal yang wajar – dia duduk di sebelahku, dan mulai merangkul dan menenangkan  diriku yang masih setengah panik dan kaget.

Lalu dia memelukku.

0 komentar:

Post a Comment